Taat dan Maksiat
“Malu itu merupakan kebaikan seluruhnya. Jika kamu tidak merasa malu, berbuatlah sesukamu.”
(HR. Bukhari)
(HR. Bukhari)
Manusia adalah makhluk sempurna yang diberi akal dan nafsu dibandingkan makhluk lain. Begitu sempurnanya penciptaan manusia sehingga diberikan tugas sebagai khalifah di permukaan bumi. Sebagai konsekwensi logis, maka manusia juga diberi tugas mengatur alam dengan amal makruf nahi munkar yakni menyeru kepada kebajikan dan melarang kepada kemungkaran.
Manusia sebagai khalifah harus mampu mengelola alam dan dirinya sesuai tuntunan yang diberikan. Manusia harus taat dan menyembah Allah sebagai bukti syukur atas nikmat yang diterima. Namun dalam kenyataannya, manusia ada yang taat dan tidak sedikit pula yang maksiat kepada Allah.
Ketahuilah, jika seseorang melakukan maksiat, disadari atau tidak, rasa untuk mengagungkan Allah perlahan-lahan lenyap dari hati. Demikian pula ketika seseorang melakukan maksiat, maka disadari atau tidak, ia telah meremehkan adzab Allah. Seakan-akan ia mengacuhkan bahwa Allah Maha Melihat segala perbuatan yang dilakukan. Sungguh ini kedurhakaan yang luar biasa.
Maksiat juga bisa melenyapkan nikmat dan mendatangkan azab seperti firman Allah yang artinya : “Dan apa saja musibah yang menimpa kamu, maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu).” (QS. Asy-Syura: 30)
Dalam sejarah, kita diinformasikan betapa ummat terdahulu yang maksiat kepada Allah, ditimpakan azab yang pedih sejak masih di dunia, seperti kaum Nabi Luth, kaum nabi Nuh, ummat Nabi Musa dan umat para nabi lainnya. Bahwa pelaku maksiat zaman sekarang ini adalah pewaris kaum umat terdahulu yang menjadi musuh Allah SWT. Dalam musnad Imam Ahmad dari Ibnu Umar disebutkan bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk golongannya.” H. Basri A. Bakar
sumber : http://www.gemabaiturrahman.com