ads-unit

Sejarah Berdirinya Palang Merah Indonesia (PMI)

0




Berdirinya Perhimpunan Palang Merah Indonesia (PMI) sebenarny sudah dimulai sejak masa sebelum Perang Dunia Ke-II. Saat itu, tepatnya pada 21 Oktober 1873 pemerintah Kolonial Belanda mendirikan organisasi Palang Merah di Indonesia dengan nama Het Nederland-Indische Rode Kruis (NIRK) yang kemudian berubah menjadi Nederlands Rode Kruis Afdeling Indie (NERKAI). Seiring dengan pergeseran waktu, timbul semangat untuk mendirikan PMI tepatnya diawali sekitar 1932. Rencana pendirian dipelopori oleh dr. RCL Senduk dan dr. Bahder Djohan. Rencana itu mendapat dukungan luas terutama dari kalangan terpelajar Indonesia. Mereka berusaha keras membawa rancangan tersebut dalam Sidang Konferensi NERKAI pada 1940 walaupun akhirnya ditolak. Dengan sangat terpaksa, rancangan tersebut disimpan untuk menanti kesempatan yang lebih tepat. Seperti tak kenal menyerah, saat pendudukan Jepang mereka kembali mencoba untuk membentuk suatu Badan Palang Merah Nasional. Namun gagal juga karena mendapat halangan dari pemerintah tentara Jepang sehingga untuk kedua kalinya rancangan itu pun harus disimpan. Akhirnya momentum datang. Tepat tujuh belas hari setelah Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945 yaitu pada 3 September 1945, Presiden Soekarno mengeluarkan perintah untuk membentuk suatu Badan Palang Merah Nasional. Atas perintah Presiden, maka dr. Buntaran yang saat itu menjabat Menteri Kesehatan Republik Indonesia Kabinet I, membentuk panitia lima pada 5 September 1945. Panitia itu terdiri atas: dr. R. Mochtar (Ketua), dr. Bahder Djohan (Penulis), serta tiga orang anggota, yaitu dr. Djuhana, dr. Marzuki dan dr. Sitanala.
Akhirnya pada 17 September 1945, Perhimpunan PMI berhasil dibentuk dan diketuai oleh Drs. Mohammad Hatta yang saat itu menjabat sebagai Wakil Presiden RI. Pasca pembentukan, PMI mulai merintis kegiatannya dengan memberi bantuan korban perang revolusi kemerdekaan Indonesia dan pengembalian tawanan perang sekutu maupun Jepang. PMI terus melakukan kegiatan pemberian bantuan hingga akhirnya melalui Keputusan Presiden (Keppres) RIS (Keppres) Nomor 25 tanggal 16 Januari 1950 yang diperkuat dengan Keppres Nomor 246 tanggal 29 November 1963, Pemerintah Indonesia mengakui keberadaan PMI. Secara Internasional pada 15 Juni 1950, keberadaan PMI diakui oleh Komite Internasional Palang Merah (International Committee of the Red Cross) atau disingkat ICRC. Setelah itu PMI diterima menjadi anggota Perhimpunan Nasional ke-68 oleh Liga Perhimpunan Palang Merah pada 16 Oktober 1950.
Berikut adalah nama-nama tokoh yang pernah menjabat Ketua PMI:
1. Ketua PMI I (1945-1946) : Drs. Mohammad Hatta
2. Ketua PMI II (1946-1948) : Soetardjo Kartohadikoesoemo
3. Ketua PMI III (1948-1952) : BPH. Bintoro
4. Ketua PMI IV (1952-1954) : Prof. Dr. Bahder Djohan
5. Ketua PMI V (1954-1966) : K.G.P.A.A. Paku alam VIII
6. Ketua PMI VI (1966-1969) : Letnan Jenderal Basuki Rachmat
7. Ketua PMI VII (1970-1982) : Prof. Dr. Satrio
8. Ketua PMI VIII (1982-1986) : Dr. H. Soeyoso Soemodimedjo
9. Ketua PMI IX (1986-1994) : Dr. H. Ibnu Sutowo
10. Ketua PMI X (1994-1999) : Dra. Siti Hardiyanti Rukmana
11. Ketua PMI XI (1999- ) : Mar’ie Muhammad
Perhimpunan PMI adalah lembaga sosial kemanusiaan yang netral dan mandiri yang didirikan dengan tujuan meringankan penderitaan sesama manusia, apapun sebabnya dengan tidak membedakan agama, bangsa, suku bangsa, bahasa, warna kulit, jenis kelamin, golongan dan pandangan politik.

II.              Peran PMI
Tugas pemerintah yang diserahkan kepada PMI adalah:
1) Tugas–tugas yang erat hubungannya dengan Konvensi Jenewa dan ketentuan-ketentuan Federasi Internasional Perhimpunan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah (IFRC), sebagai lembaga yang menghimpun keanggotaan perhimpunan nasional.
2) Tugas khusus untuk melakukan tugas pelayanan transfusi darah berupa pengadaan, pengolahan dan penyediaan darah yang tepat bagi masyarakat yang membutuhkan.
Prinsip bantuan PMI, yaitu:
a) Memberikan bantuan kepada korban pertikaian bersenjata (berdasarkan Konvensi-Konvensi Jenewa 1949) dan korban bencana alam yang dilaksanakan secara otonom sejalan dengan Prinsip Dasar Gerakan dan bekerjasama dengan pemerintahnya.
b) Bantuan PMI bersifat darurat dan langsung serta merupakan pendukung/pelengkap dari bantuan pemerintah.

III.           Hubungan PMI Dengan Institusi Lain
Pada dasarnya tidak terdapat hubungan langsung antara PMI dengan institusi lain. Tetapi secara tidak langsung hubungan antara PMI dengan institusi lainnya hanya dalam koordinasi antara kegiatan-kegiatan yang dilakukan, misalnya koordinasi pembagian tugas dalam menangani suatu bencana atau musibah.

IV.           Cara Kerja / Kegiatan PMI
A.      Penanganan Bencana

a) Pra-Bencana
Kegiatan yang dilakukan pada masa pra-bencana, antara lain:
• Kesiapsiagaan
Adalah upaya-upaya yang memungkinkan masyarakat (individu, kelompok, organisasi) dapat mengatasi bahaya peristiwa alam, melalui pembentukan struktur dan mekanisme tanggap darurat yang sistematis. Tujuannya adalah untuk meminimalkan korban jiwa dan kerusakan saranasarana pelayanan umum. Kesiapsiagaan Bencana meliputi: upaya mengurangi tingkat resiko, formulasi Rencana Darurat Bencana (Disasters Plan), pengelolaan sumber-sumber daya masyarakat, pelatihan warga di lokasi rawan bencana.
Sistem peringatan dini dan informasi manajemen bencana
Informasi-informasi yang diberikan kepada masyarakat tentang kapan suatu bahaya peristiwa
alam dapat diidentifikasi dan penilaian tentang kemungkinan dampaknya pada suatu wilayah tertentu.
• Mitigasi
Mitigasi adalah serangkaian tindakan yang dilakukan sejak awal untuk menghadapi suatu peristiwa alam dengan mengurangi atau meminimalkan dampak peristiwa alam tersebut terhadap kelangsungan hidup manusia dan lingkungan hidupnya (struktural). Upaya penyadaran masyarakat terhadap potensi dan kerawanan (hazard) lingkungan dimana mereka berada, sehingga mereka dapat mengelola upaya kesiapsiagaan terhadap bencana antara lain dengan cara:
o   Pembangunan dam penahan banjir atau ombak
o   Penanaman pohon bakau
o   Penghijauan hutan

• Penyadaran risiko dan dampak bencana
Penyadaran risiko dan dampak bencana kaitannya dengan pengembangan KBBM (Kesiapsiagaan Bencana Berbasis Masyarakat) atau disebut juga CBDP (Community Based Disaster Preparedness-), terutama di wilayah rawan bencana. KBBM adalah program yang mengupayakan pemberdayaan kapasitas masyarakat agar dapat mengambil inisiatif dan melakukan tindakan dalam meminimalkan dampak bencana yang terjadi di lingkungannya. Hingga kini PMI telah mengembangkan program berbasis masyarakat dalam bentuk Program
Pengurangan Risiko Terpadu Berbasis Masyarakat, disingkat PERTAMA (Integrated Community Based Risk Reduction-ICBRR)
v PERTAMA adalah program berbasis masyarakat yang mendorong pemberdayaan kapasitas ma- syarakat untuk menyiagakan diri dalam mencegah serta mengurangi dampak dan risiko bencana yang terjadi di tempat tinggalnya.
v PERTAMA diterapkan di daerah rawan banjir, longsor, gempa, letusan gunung api, gelombang pasang dan tsunami.
v Sasaran utama program PERTAMA adalah meningkatkan kapasitas masyarakat dalam merespon dan menanggulangi dampak bencana serta memperkuat kapasitas PMI dalam memberikan bantuan kepada korban bencana tepat pada waktunya.
v Tujuan umum program PERTAMA adalah untuk mengurangi kerentanan masyarakat yang rawan terhadap bahaya.
v Tujuan khusus pengembangan program PERTAMA, yaitu:
a) Meningkatkan kapasitas masyarakat dalam tanggap bencana dan mitigasi dampak dan bahaya.
b) Penguatan kapasitas PMI untuk memberikan bantuan yang tepat waktu kepada masyarakat yang terkena bencana.
b) Saat Bencana
Kegiatan yang dilakukan pada saat bencana adalah merupakan kegiatan respon tanggap darurat berupa:
• Evakuasi korban
• Pertolongan pertama
• Penampungan darurat
• Pendirian dapur umum
• Penyediaan air bersih dan sanitasi
• Relief
c) Pasca Bencana
Pelaksanaan program rehabilitasi dan rekonstruksi pasca bencana meliputi :
Rehabilitasi
Serangkaian kegiatan yang dapat membantu korban bencana untuk kembali pada kehidupan normal yang kemudian diintegrasikan kembali pada fungsi-fungsi yang ada di masyarakat, termasuk didalamnya adalah mencakup:
• Penanganan korban trauma psikologis.
• Renovasi atau perbaikan sarana-sarana umum,
• Penyediaan perumahan dan tempat penampungan.
• Penyediaan lapangan kegiatan untuk memulai hidup baru.
• Program dukungan mata pencaharian (livelihood).
• Pemulihan Hubungan Keluarga atau disebut juga RFL (Restoring Family Links)
Rekonstruksi
Adalah serangkaian kegiatan untuk mengembalikan situasi seperti sebelum terjadinya bencana, termasuk pembangunan infrastruktur, menghidupkan akses sumber-sumber ekonomi, perbaikan lingkungan dan pemberdayaan masyarakat yang berorientasi pada pembangunan. Tujuannya adalah mengurangi dampak bencana yang berdampak pada pemberian manfaat secara ekonomis pada masyarakat.
Berikut adalah Tahap Tanggap Darurat Bencana.
a) Kesiapsiagaan individu
Kesiapsiagaan individu merupakan hal-hal yang harus diperhatikan sebelum terlibat dalam tindakan tanggap darurat, karena menyangkut keselamatan diri dan seluruh anggota lainnya. Termasuk didalam Kesiapsiagaan individu adalah koordinasi penanggulangan bencana. Namun karena hal ini dilakukan dalam setiap tahap tindakan tanggap darurat, maka koordinasi penanggulangan bencana akan dibahas tersendiri.
b) Koordinasi Penanggulangan Bencana
Koordinasi penanggulangan bencana adalah segala bentuk komunikasi, baik komunikasi internal maupun eksternal yang bertujuan untuk mendukung kegiatan penanggulangan bencana. Koordinasi dilakukan dalam setiap tahapan pada tanggap darurat.
c) Assessment
Assessment adalah penilaian keadaan. Seperti koordinasi, assessment juga dilakukan dalam setiap tahapan dalam tanggap darurat. Namun untuk tindakan awal, yang harus dilakukan adalah assessment cepat (rapid assessment) yang dilanjutkan dengan assessment detil (details assessment).
d) Rencana Operasi atau Service Delivery Plan (SDP) Rencana Operasi atau Service Delivery Plan adalah sebuah perencanaan yang dibuat berdasarkan hasil dari assessment. Rencana Operasi juga merupakan perwujudan dari Action Plan.
e) Distribusi Bantuan
Distribusi Bantuan atau relief adalah langkah berikutnya setelah SDP disetujui. Dalam distribusi bantuan juga terkait mengenai masalah pergudangan.
f) Monitoring dan evaluasi
Monitoring dan evaluasi adalah metode untuk memantau kegiatan. Secara garis besar, yang dipantau adalah kegiatan distribusi bantuan, namun dapat juga melihat keseluruhan proses tanggap darurat.
Tujuan dari fase tanggap darurat adalah:
• Membatasi korban dan kerusakan
• Mengurangi penderitaan
• Mengembalikan kehidupan dan sistem masyarakat
• Mitigasi kerusakan dan kerugian
• Sebagai dasar untuk pengembalian kondisi

Kebijakan Tanggap Darurat Gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional, meliputi:
a) Memberikan bantuan kepada golongan yang paling rentan.
b) Berperan sebagai perpanjangan tangan dari pelayanan sosial pemerintah.
c) Melaksanakan tanggap darurat sesuai dengan Prinsip Dasar Gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional.
d) Bekerja sesuai dengan kompetensi palang merah, namun tetap harus mengikutsertakan masyarakat penerima bantuan dalam perencanaan dan pelaksanaan program.
e) Kegiatan berdasarkan pada perencanaan kesiapsiagaan yang telah ditetapkan.
f) Bekerja sama dengan masyarakat untuk ketahanan program.
g) Program darurat terus dilanjutkan hingga ancaman sudah berkurang dan bila akan dilanjutkan maka lebih berfokus pada kerangka mekanisme rehabiltasi.
h) Memaksimalkan keunggulan strategi Federasi Internasional untuk memobilisasi semua sumber yang ada.

B.       Pelayanan Sosial dan Kesehatan Masyarakat
Tujuan program pelayanan sosial dan kesehatan masyarakat:
a)   Menyediakan respon cepat dan tepat saat bencana.
b) Berpartisipasi aktif dalam pencegahan penyakit menular, misalnya HIV/AIDS, Flu    Burung, Malaria, TBC, maupun Demam Berdarah
c)  Meningkatkan kapasitas masyarakat rentan melalui pendekatan (Community Based First Aid) CBFA & memerhatikan faktor pencegahan melalui perbaikan hygiene, sanitasi, dan gizi
d)  Menyediakan pelayanan sosial bagi kelompok rentan tertentu, misalnya bagi kelompok lanjut usia (Lansia) dan anak jalanan (anjal)
e)  Meningkatkan kapasitas staf dan membina jaringan secara utuh dan kuat antar PMI Daerah dan PMI Cabang Kegiatan pelayanan sosial dan kesehatan Masyarakat terbagi atas:
1) Pelayanan Sosial
Bantuan PMI dalam bentuk pelayanan atau jasa kepada masyarakat yang memerlukan. Bantuan ini difokuskan pada upaya untuk meningkatkan kemampuan masyarakat tersebut dalam pemenuhan kebutuhan dasarnya.
2) Pelayanan Kesehatan Masyarakat
Bantuan PMI dalam bentuk jasa atau upaya-upaya lain untuk memperbaiki perilaku kesehatan masyarakat, mendukung kegiatan pelayanan kesehatan, pemberian pemulihan kesehatan, latihan dan pendidikan dasar untuk meningkatkan kemampuan masyarakat dalam
memelihara kesehatannya. Pelayanan kesehatan masyarakat diantaranya adalah:
a) Pelayanan kesehatan dengan komponen CBFAWater Sanitation (air bersih & sanitasi).
Sejak 1999 PMI memusatkan perhatiannya pada kegiatan yang berbasis masyarakat, salah satunya adalah CBFA serta program air bersih dan sanitasi. PMI juga memusatkan perhatiannya pada tugas kesehatan masyarakat yang berkaitan dengan kegiatan peningkatan kemandirian masyarakat.
b) Program kesehatan masyarakat dilakukan dengan menggunakan pendekatan Pendidikan Remaja Sebaya (PRS) atau Youth Peer Education. PRS merupakan upaya PMI dalam memberdayakan remaja secara mandiri khususnya untuk peningkatan kesehatan dan kesejahteraan.
c) Program kesehatan masyarakat dilakukan dengan menggunakan pendekatan Pendidikan Wanita Sebaya (PWS) Women Peer Education. PWS bertujuan mengembangkan ketrampilan hidup para wanita usia produktif (25-35 tahun) melalui pengalihan informasi dan pendidikan ketrampilan hidup diantara wanita sebaya.

C.      Pembinaan PMR dan Relawan

Pembinaan PMR dan Relawan dilakukan dalam rangka meningkatkan kapasitas sumber daya PMI. Pembinaan dilakukan melalui beragam kegiatan secara tepat, berkualitas dan mengandung nilai-nilai Gerakan. Sasaran pembinaan untuk Palang Merah Remaja (PMR) meliputi anggota remaja pada tingkat Mula, Madya dan Wira. Sedangkan untuk relawan meliputi anggota biasa yang berada dalam wadah Korps Sukarela (KSR) dan Tenaga Sukarela (TSR). Pembinaan untuk kalangan PMR terkonsentrasi di sekolah dan di tingkat PMI Cabang setempat. Adapun untuk anggota yang bernaung dalam wadah KSR dibina di lingkungan perguruan tinggi dan di lingkungan PMI Cabang setempat. Begitu pula untuk TSR, ada yang dibina pada tingkat ranting (kecamatan) dan ada juga di tingkat PMI Cabang.
Fase Pembinaan KSR/TSR
Pembinaan relawan dilakukan secara periodik dan sistematis di masing-masing PMI Cabang. Hal ini dilakukan untuk tetap mempertahankan eksistensi, kualitas dan kapasitas anggota. Tentunya hal ini merupakan langkah untuk mempersiapkan sumber daya manusia PMI yang selalu siap dalam kondisi apapun, baik damai maupun saat bencana. Berikut adalah fase pembinaan yang dilakukan untuk para Relawan PMI:
1) Rekrutmen.
Didasarkan pada syarat menjadi anggota dan prosedural yang dibuat tanpa bertentangan dengan Prinsip Dasar Gerakan
2) Pelatihan/orientasi
Setiap anggota baru wajib diberikan orientasi kepalangmerahan, baik itu pengurus, staf maupun relawan.
3) Penugasan dan mobilisisasi
Relawan PMI selalu siap secara sukarela untuk menjalankan tugas antara lain:
a) Kesiapsiagaan bencana/konflik (Preparedness).
b) Penanganan bencana/konflik (Response).
c) Pelayanan Sosial dan Kesehatan masyarakat.
d) Mengikuti pelatihan yang diselenggarakan oleh PMI.
e) Ikut mengembangkan organisasi PMI, misalnya sebagai:
•Fasilitator dalam pembinaan PMR.
•Relawan penggalangan dana untuk PMI Cabang.
•Pelatih dalam pelatihan (sesuai kompetensi yang dimiliki).
•Diseminator kepalangmerahan.
•Peserta forum/rapat penyusunan rencana kerja/ program.
4) Pengembangan kapasitas
Dalam pengembangan kapasitas organisasi, relawan memiliki kedudukan dan peran yang sangat vital, diantaranya:
a)    Unsur terdepan yang memberikan pelayanan kepada masyarakat.
b)   Penggerak mesin organisasi yang sangat diperhitungkan.
c) Motivator penting dalam penetapan kebijakan dan program PMI.
d) Berperan dalam forum relawan.
e) Berperan dalam proses penggalangan dana di PMI Cabang atau PMI Daerah (Planning- Organizing- Actuating).
f) Sebagai pelatih atau fasilitator dalam pelatihan PMR berdasarkan kompetensinya.
g) Bekerja sama dengan staf dalam melakukan pengembangan PMR & Relawan.
Salah satu aspek yang paling menonjol dan membedakan Gerakan dengan organisasi lainnya adalah relawan. Keberadaan yang kuat dari relawan dalam organisasi bukan hanya membedakan tapi juga menjadi keunggulan komperatif dari Gerakan.
Berikut adalah keunggulan mendasar bagi organisasi untuk mengoptimalkan peran relawan, yaitu:
a) Relawan adalah bagian dari masyarakat
b) Relawan adalah kegiatan yang dapat digabungkan dengan aktifitas harian dari masing-masing individu sehingga tidak memberatkan dan membosankan sehingga dapat dengan mudah diadopsi dan dilakukan
c) Relawan membawa keberagaman keahlian dan spesialisasi (Staf suatu organisasi dapat memiliki keahlian tertentu, akan tetapi dengan jumlah relawan yang lebih banyak mereka akan membawa variasi keahlian dan spesialisasi yang juga lebih banyak).
5. Pelayanan Tranfusi Darah

Peraturan Pemerintah Nomor 18/1980 telah memberikan penugasan kepada PMI untuk menyelenggarakan Upaya Kesehatan Transfusi Darah (UKTD). UKTD ini dilaksanakan dengan pembentukan Unit Tranfusi Darah (UTD) PMI yang merupakan Unit Pelayanan Teknis (UPT) yang diatur dan bertanggung jawab kepada PMI dimasing-masing jajarannya.
Cakupan tugas UKTD antara lain:
• Pengerahan dan pelestarian donor darah.
• Pengambilan darah donor.
• Pengolahan dan pengamanan darah.
• Penyimpanan dan pendistribusian darah.
Tugas UKTD harus dilakukan dengan sebaik-baiknya sesuai standar yang telah ditetapkan, sehingga darah yang dihasilkan adalah darah yang keamanannya terjamin. Kelancaran pelaksanaan UKTD sangat terkait dengan dukungan faktor ketenagaan, peralatan, dana dan sistim pengelolaannya yang pada hakikatnya memerlukan biaya. Biaya yang dibutuhkan untuk proses kegiatan tersebut adalah biaya pengelolaan darah (Service Cost). Penarikan service cost atau biaya pengelolaan darah untuk pemakaian darah dilakukan semata-mata sebagai penggantian biaya pengelolaan darah sejak darah diambil dari donor sukarela sampai darah ditransfusikan pada orang sakit; bukan untuk membayar darah.
Pengelolaan darah adalah tahapan kegiatan untuk mendapatkan darah sampai dengan kondisi siap pakai yang mencakup antara lain:
• Rekruitmen donor.
• Pengambilan darah donor.
• Pemeriksaan uji saring.
• Pemisahan darah menjadi komponen darah.
• Pemeriksaan golongan darah.
• Pemeriksaan kococokan darah donor dengan pasien.
• Penyimpanan darah.
• Biaya lain-lain.
Selain itu untuk melaksanakan proses di atas, dibutuhkan sarana penunjang teknis dan personil seperti:
• Kantong darah.
• Peralatan untuk mengambil darah.
• Reagensia untuk memeriksa uji saring, pemeriksaan golongan darah, kecocokan darah donor dan pasien.
• Alat-alat untuk menyimpan dan alat pemisah darah menjadi komponen darah.
• Peralatan untuk pemeriksaan.
• Pasokan daya listrik dan personil PMI yang ahli.

                                       
VI.           Kesimpulan dan Saran
Kesimpulan
Ø  Palang Merah Indonesia (PMI) merupakan organisasi yang secara langsung mampu membantu masyarakat dengan melakukan kegiatan-kegiatan sosial, maupun dalam hal pertolongan pertama saat terjadinya bencana.
Ø  Palang Merah Indonesia (PMI) menerima anggota  atau relawan dari kalangan apapun dengan persyaratan mampu mengikuti seluruh peraturan dan kegiatan PMI, seperti: mengikuti beberapa pelatihan dan memiliki pengalaman dalam bidang penganan bencana.
Saran:
Ø  Sebaiknya banyaknya materi yang diberikan harus sebanding dengan prakteknya karena untuk bencana sangat diperlukan pengetahuan dan skill yang terampil.

Referensi
Agus, H. 2010. Pengurangan Resiko Bencana dan Penanganan Bencana Erupsi merapi. Makalah disajikan dalam Seminar Rekonstruksi Penanganan Erupsi Merapi, pada Dies Natalis ke-41 Universitas Widya Dharma Kalten.
Muchtar, M. 2009. Sistem Informasi Tunjangan Fungsional Untuk Tenaga Paramedis Transfusi Darah Pada Palang Merah Indonesia DKI Jakarta. Program Studi Sistem Informasi Fakultas Ilmu Komputer Universitas Mercu Buana. Jakarta.
Sapta, A.S.  2009. Kenali PMI. Edisi: 1. Jakarta: Palang Merah Indonesia.
Sebastian, L. 2008. Pendekatan Pencegahan dan Penanggulangan Banjir. Jurnal Teknik
Sipil. Vol. 8, No. 2 Juli 2008: 162-169. UNSRI-Palembang.

About The Author

Hello, I am an web designer/developer from Melbourne, Australia. Sed ut perspiciatis unde omnis iste natus error sit voluptatem accusantium .